NPM: 17630 036
ANALISIS
KEGAGALAN KONSTRUKSI DARI PERSPEKTIF
ABSTRAK
1. PENDAHULUAN
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangun lingkungan-binaannya, dan hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun yang salah, baik dari segi perencanaan dan perancangan maupun dari segipelaksanaan dan
pengawasannya dapat menghasilkan infrastruktur yang rentan terhadap bencana,
selain juga risiko degradasi lingkungan.
2.
LANDASAN TEORI
2.3. Hubungan Kerja Pemangku Kepentingan
4.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Model Kuantitatif Kegagalan Konstruksi
5. KESIMPULAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
ANALISIS
KEGAGALAN KONSTRUKSI DARI PERSPEKTIF
SOCIO – ENGINEERING SYSTEM
Riki Saputra1, Akhmad Suraji2,
Abdul Hakam3
ABSTRAK
Salah satu penyebab utama
kerentanan fisik dan lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangun
lingkungan-binaannya, dan hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi.
Cara membangun yang salah, baik dari segi perencanaan dan perancangan maupun dari
segi pelaksanaan dan pengawasannya dapat menghasilkan infrastruktur yang rentan
terhadap bencana, selain juga risiko
degradasi lingkungan. Hasil
studi data statistik kegagalan, memperlihatkan bahwa Practitioners
mempunyai saham dan potensi yang lebih besar dari Theoreticians dalam menekan resiko kegagalan. Persentasi resiko
terbesar datang dari Human Activities dan
Human Attitude. Socio-Engineering berfokus pada atribut yang melekat pada seseorang
seperti , sikap (attitude), keahlian (skill) ,
nilai/norma yang diyakini (values),
relasi sesama manusia, pengakuan dan
penghargaan (reward system), wewenang struktural (authority
structure). Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu teori yang berfungsi untuk
menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu
gejala. Penelitian ini menganalisis Kegagalan Konstruksi dari Perspektif
Socio – Engineering System. Pengaruh Socio – Engineering System
terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan sangat
beresiko ( 66,7 %) dalam artinya perilaku manusia memiliki peranan yang
cukup berarti dalam kegagalan konstruksi. Kegagalan konstruksi dilihat dari
perspektif socio engineering system yang
berpengaruh yaitu pada tahap perencanaan, dokumen perencanaan dan proses
pengadaan. Pada tahap ini faktor yang dapat mengakibatkan kegagalan kontruksi,
seperti persaingan yang tidak sehat ,korupsi, kolusi, nepotisme, (KKN) dan
penyuapan agar memenangkan tender Pengadaan Barang dan Jasa (90,00 % ),
Terjadinya persekongkolan dengan Owner untuk
mengatur harga penawaran diluar prosedur
pengadaan(80,00 %), Keinginan
Owner untuk meraih keuntungan yang tidak normal ( Fee Proyek
) dengan menekan imbalan jasa dari konsultan Perencana / Kontraktor diluar
kontrak yang telah disepakati (76,7%).
Kata
Kunci : Analisis kegagalan konstruksi, socio
– engineering system, resiko, sikap, prilaku
1Mahasiswa
Pascasarjana Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas, rikisaputra002@gmail.com
1. PENDAHULUAN
Untuk mendapatkan faktor penyebab
kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Seringkali sumber dari kegagalan itu
sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan bahwa
“Construction failures, including quality
defects may stem from not only single but also multiple sources”. Sedangkan
Pranoto (2007) menyebutkan bahwa sumber kegagalan konstruksi seringkali dipengaruhi
oleh faktor alam dan perilaku manusia. Faktor alam dicontohkan sebagai
kegagalan yang terjadi akibat perubahan dinamik dari alam seperti letusan
gunung berapi, banjir, gelombang laut dan gempa bumi. Perilaku manusia juga
berperan signifikan terhadap kegagalan konstruksi. Vickynason (2003) menyatakan
bahwa 80% dari total projects risk in
construction dimungkinkan penyebabnya faktor manusia.
Riset yang dilakukan
Oyfer (2002) menyatakan “construction defects” di Amerika disebabkan oleh faktor manusia
(54%), desain (17%),
perawatan (15%), material
(12%), dan hal tak terduga (2%).
Pada umumnya kasus pada pekerjaan konstruksi didominasi oleh penyimpangan berupa pengaturan
lelang, kekurangan volume pekerjaan, ketidak-sesuaian spesifikasi berupa pengurangan
kualitas pekerjaan, pemahalan harga atau mark
up dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Hal ini merupakan penyimpangan
pada pekerjaan konstruksi. Yang nantinya hal ini akan menimbulkan gejala lain,
yang tampaknya meningkat menjadi lebih dominan pada masa resesi ekonomi dewasa
ini. Gejala dimulai dari keinginan dari pihak yang terkait memperoleh short-term profit dengan menempuh jalur
yang tidak normal dan menggantinya dengan kompetisi yang didasarkan pada
besarnya angka rupiah semata.
Dengan memahami hal
tersebut, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan pro-aktif untuk membangun konstruksi Indonesia agar mampu berperan positif
dalam mengurangi risiko
kegagalan konstruksi
2.
LANDASAN TEORI
2.1.
Kegagalan Konstruksi
Undang -
Undang 18 /
1999 tentang Jasa
Konstruksi pasal 22
ayat g mengamanatkan bahwa ketentuan tentang
tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana diperjanjikan harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi,
sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi pasal 31 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak
sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja
konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat dari kesalahan dari
pengguna jasa atau penyedia jasa. Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang
bersifat teknis dan non teknis. Kegagalan ini dapat disebabkan karena kegagalan
pada proses pengadaan barang/jasa, atau kegagalan saat proses pelaksanaan konstruksi.
2.2. Socio-Engineering
Socio-Engineering
adalah bidang kajian ilmu yang
menggabungkan antara system sosial (people
and society) dan system rekayasa kedalam satu sistem– socio engineering. Social system berfokus pada atribut yang
melekat pada seseorang seperti , sikap (attitude),
keahlian(skill) , nilai/norma yang
diyakini (values), relasi sesama
manusia, pengakuan dan penghargaan (reward
system), wewenang struktural (authority structure). Engineering System berfokus pada process, task, sumber daya, kegiatan , yang digunakan untuk mentransformasi
dari input menjadi output
2.3. Hubungan Kerja Pemangku Kepentingan
Usaha untuk mewujudkan
proyek diawali dari tahap ide/gagasan hingga tahap pelaksanaan bahkan hingga
masa operasional dan pemeliharaan.Pemangku kepentingan
yang terlibat dalam proyek konstruksi dari tahap
perencanaan sampai tahap
pelaksanaan dapat dikelompokan menjadi tiga pihak, yaitu pihak
pemilik proyek (Owner) atau principal
(employer/client/bouwheer), pihak
perencana (designer) dan pihak
Penyedia Jasa Pemborongan (aannemer).
Orang/badan yang membiayai,
merencanakan dan melaksanakan proyek konstruksi disebut dengan pihak pemangku
kepentingan atau unsur-unsur pelaksana proyek.Masing- masing unsur mempunyai
tugas, kewajiban dan tanggung jawab serta wewenang sesuai posisinya masing-
masing. Dalam melaksanakan kegiatan masing-masing pihak sesuai posisinya
berinteraksi satu sama lain sesuai hubungan kerja yang telah ditentukan
(Wulfram, 2009). Koordinasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian proyek merupakan kunci
keberhasilan proyek.
3. METODOLOGI
Dengan penelitian ini maka akan dapat
dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan
mengontrol suatu gejala. Penelitian ini menganalisis Kegagalan Konstruksi dari
Perspektif Socio – Engineering System.
Untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi normal atau tidak,
maka digunakan uji statistik normalitas.Untuk itu perlu suatu pembuktian. uji
statistik normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi-Square. Salah satu metode dalam
penelitian adalah metode deskriptif kuantitatif, dimana suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sytem
pemikiran, ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang tujuan utama dalam
melakukan penelitian deskriptif ialah untuk menggambarkan situasi atau objek
dalam fakta yang sebenarnya, secara sistematis dan karakteristik dari subjek
dan objek tersebut diteliti secara akurat, tepat dan sesuai kejadian yang
sebenarnya.
Gambar 3.1 Diagram Alir Metoda Penelitian
4.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Analisis Tingkat Kerentanan
Dari data yang diteliti perlu
dicermati mengenai fase tahapan – tahapan pada proyek yaitu Idea/Concept , Tahap Perencanaan Konstruksi
,Dokumen Perencanaan, Proses Pengadaan , Pelaksanaan Konstruksi, Evaluasi
Produk/ Pemanfaatan Produk, Operasi dan Pemeliharaan . Dari tahapan-tahapan
tersebut dinilai banyak terkandung faktor-foktor penyebab kerentanan bangunan
dilihat dari perspektif sosio engineering
system.
Tabel
4.1. Penilaian Kegagalan Konstruksi dan bangunan dari perspektif socio –
engineering system
Penilaian Frekuensi Persentase
Resiko
|
20
|
66,7
|
Tidak Beresiko
|
10
|
33,3
|
Total
|
30
|
100,0
|
Data di atas menunjukkan bahwa
dari 30 responden, 20 ( 66,7 % ) responden menyatakan kegagalan konstruksi dari
perspektif socio – engineering system termasuk
kategori beresiko terhadap kegagalan konstruksi. Ini dapat diartikan prilaku / socio – engineering system menyumbang
kontribusi yang negative terhadap dunia konstruksi dan perilaku manusia / pihak
– pihak yang berperan memiliki peranan yang cukup berarti dalam kegagalan
bangunan.
Gambar 4.1 Grafik persentase penyebab
kerentanan bangunan dari sub fase Idea/Concept , Tahap Perencanaan
Konstruksi ,Dokumen Perencanaan, Proses Pengadaan , Pelaksanaan Konstruksi,
Evaluasi Produk/ Pemanfaatan Produk, Operasi dan Pemeliharaan
4.2 Model Kuantitatif Kegagalan Konstruksi
Analisis Korelasi Variabel
Kuantitatif Model Kegagalan Konstruksi digunakan untuk menguji seberapa kuat
hubungan tujuh variabel kuantitatif. Hasil Uji korelasi selengkapnya seperti
disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 4.1. Hubungan
Sub Fase Idea/Concept Di Lihat Dari
Perspektif Socio Engineering System Terhadap
Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Idea/Concept
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR
95 % CI
|
P-Value
|
||||
Beresiko
|
Tidak Beresiko
|
|||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
13
|
65
|
6
|
60
|
19
|
63,3
|
1,238
|
0.789
|
Baik
|
7
|
35
|
4
|
40
|
11
|
36,7
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.2. Hubungan Sub Fase Tahap Perencanaan Konstruksi
dari Perspektif Socio Engineering System
Terhadap
Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Tahap
Perencanaan Konstruksi
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-
Value
|
||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
14
|
70
|
3
|
30
|
17
|
56,7
|
5.444
|
0,037
|
Baik
|
6
|
30
|
7
|
70
|
13
|
43,3
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.3. Hubungan
Sub fase dokumen perencanaan dari
Perspektif socio engineering system terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Dokumen
Perecanaan
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
|
||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
14
|
70
|
3
|
30
|
17
|
56,7
|
5,444
|
0,037
|
Baik
|
6
|
30
|
7
|
70
|
13
|
43,3
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.4. Hubungan
Sub fase Proses Pengadaan dari kerentanan socio engineering system terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Proses Pengadaan
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
|
||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
14
|
70
|
2
|
20
|
16
|
53,3
|
9,333
|
0,010
|
Baik
|
6
|
30
|
8
|
80
|
14
|
46,7
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel
4.5. Hubungan Sub fase Pelaksanaan Kontruksi dari Perspektif socio engineering system terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Pelaksanaan Kontruksi
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR
95 % CI
|
P-Value
|
||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
13
|
65
|
3
|
30
|
16
|
53,3
|
4,333
|
0,070
|
Baik
|
7
|
35
|
7
|
70
|
14
|
46,7
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.6. Hubungan Sub fase Evaluasi Produk / Pemanfaatan
Produk dari Perspektif socio engineering
system
terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Evaluasi
Produk / Pemanfaatan Produk
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR
95 % CI
|
P-Value
|
||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
14
|
70
|
7
|
70
|
21
|
70
|
1,000
|
1,000
|
Baik
|
6
|
30
|
3
|
30
|
9
|
30
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.7. Hubungan
Sub fase Operasi dan Pemeliharaan
dari Perspektif socio engineering system terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Operasi dan
Pemeliharaan
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR
95 % CI
|
P-Value
|
||||
Berisiko
|
Tdk
Berisiko
|
|||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
13
|
65
|
3
|
30
|
16
|
53,3
|
4,333
|
0,070
|
Baik
|
7
|
35
|
7
|
70
|
14
|
46,7
|
||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Dari tabel hasil uji korelasi diatas terdapat tiga
variabel yaitu :
Hasil uji statistik pada Sub fase Perencanaan Konstruksi diperoleh nilai p = 0,037 (p-value
< 0,05). Karena nilai
P-value 0,037 > 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna
antara tahap perencanaan dengan kegagalan kontruksi dan bangunan dan nilai OR =
5,444 artinya pada Tahap Perencanaan Konstruksi dengan beberapa sumber penyebab
kerentanan dari sikap/ prilaku yang kurang baik sebesar 5,4 kali beresiko
terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan jika dibandingkan dengan sikap/
prilaku dari tahap perencanaan konstruksi yang
baik.
Pada Sub
fase Perencanaan Konstruksi faktanya tidak bisa dipungkiri fee atau komisi juga jual beli proyek
setiap pekerjaan yang ada di pemerintah harus menggunakan fee atau komisi. Baik
anggaran APBN maupun
anggaran APBD semua sama. Besarnya fee atau
komisi dalam setiap Proyek berbervariasi tergantung dari besarnya anggaran.
Mulai dari 5% sampai dengan 20% bahkan ada yang lebih dari 40%. Kalau tidak
mengikuti ataran ini tentu tidak akan mendapatkan pekerjaan. Didasari atau
tidak, pengguna jasa telah mengambil resiko. Pengguna jasa turut memegang saham
dalam kumulasi resiko.
Hasil uji statistik pada Sub fase dokumen perencanaan diperoleh
nilai p = 0,037 (p-value < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan ada
hubungan yang bermakna antara dokumen perecanaan dengan kegagalan kontruksi dan bangunan dan nilai OR = 5,444 artinya dokumen
perecanaan yang kurang baik
sebesar 5,4 kali berisiko terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan yang
berisiko jika dibandingkan dengan dokumen perecanaan baik.
Pada Sub fase dokumen perencanaan faktanya dapat dilihat kerentanan socio-engineering system terhadap
kegagalan bangunan yang timbul dari dokumen
perencanaan seperti “Konsultan Perencana men sub kontrakan pekerjaan
Perencanaannya kepada pekerja yang tidak profesional” sebesar 73,30%. Keadaan
ini diperburuk oleh kepincangan pengaturan hubungan primary consultant dan secondary
consultant, ketidakseimbangan antara pembagian resiko dan imbalan, antara
hak dan tanggung jawab. Maka diperlukan kebijaksanaan segi profesionalisme
konsultan. Pada prakteknya main
consultant mengadakan kerja sama kepada profesionalisme semu yang penuh gamling dengan tujuan dapat menekan
imbalan jasa
Hasil uji statistik pada Sub fase Proses Pengadaan diperoleh
nilai p = 0,010 (p-value < 0,05). Dengan demikian hal ini dapat diartikan
ada hubungan yang bermakna antara proses pengadaan dengan kegagalan kontruksi
dan bangunan dan nilai OR = 9,333 artinya pada sub fase proses pengadaan dengan
beberapa sumber penyebab kerentanan dari sikap/ prilaku yang kurang baik
sebesar 9,3 kali beresiko terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan jika
dibandingkan dengan sikap/ prilaku dari proses pengadaan yang baik.
Pada Sub fase Proses Pengadaan hal ini dapat diartikan bahwa dalam sub
fase pada proses pengadaan banyak terdapat indikasi – indikasi yang
mengakibatkan kegagalan kontruksi dan bangunan. Banyak contoh kasus
yang terjadi pada proyek konstruksi yang dapat memperkuat hasil dari analisa ini, salah satunya adalah persaingan yang
tidak sehat ,korupsi, kolusi, nepotisme, (KKN) kecurangan dan penyuapan agar
memenangkan tender Pengadaan Barang dan Jasa. Diantaranya dengan
menggunakan cara – cara seperti
mengondisikan peserta lelang “ digugurkan” pada tahap evaluasi
administrasi, membuat lelang dengan sistem arisan ( bergilir ), mengondisikan peserta lelang yang hanya
diikuti oleh beberapa penyedia jasa saja serta indikasi lainnya dalam
persekongkolan dalam proses pengadaan. Tentunya hal ini merupakan penyimpangan
yang dikategorikan perbuatan melakukan praktik-praktik monopoli dan persaingan
usaha yang tidak sehat yang nantinya akan menyebabkan kualitas pembangunan
buruk, salah satunya dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga
memunculkan resiko korban. Selain itu juga berdampak terhadap ekonomi,
lingkungan, kesehatan dan keselamatan manusia, dampak pada inovasi, erosi
budaya, menurunnya tingkat kepercayaan kepada pemerintah, kerugian bagi
perusahaan yang jujur, serta ancaman serius bagi pekembangan ekonomi.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
-
Kerentanan dari
socio engineering system sangat
berpengaruh terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan sangat beresiko sebesar (
66,7 %) dalam arti kata perilaku
manusia
/ pihak –
pihak yang berperan memiliki peranan yang cukup berarti dalam
kegagalan konstruksi dan bangunan.
-
Kegagalan
konstruksi dilihat dari persfektif socio
engineering system tahapan yang berpengaruh yaitu pada tahap perencanaan ,
dokumen perencanaan dan proses pengadaan. Sumber penyebab kegagalan kontruksi
dari perspektif Socio – Engineering
System dinilai yang sangat beresiko yakni persaingan yang tidak sehat
,korupsi, kolusi, nepotisme, (KKN) dan penyuapan agar
memenangkan tender Pengadaan Barang dan
Jasa dinilai ( 90,00% ),
Terjadinya persekongkolan dengan Owner untuk mengatur harga penawaran diluar
prosedur pengadaan (80,00 %), Keinginan Owner
untuk meraih keuntungan yang tidak normal ( Fee Proyek ) dengan menekan imbalan jasa dari konsultan Perencana /
Kontraktor diluar kontrak yang telah disepakati (76,7%)
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Carper,
Kenneth L. ed.1989. Forensic Engineering.
Elsevier Science Publishers. New York.
Cartlide dan Mehrtens. 1982. Practical Cost Planning A
Guide for surveyors and architects.
Hutchinson
& Co (Publisher) Ltd. London.
Chapman,C.
1997. Project Risk Analysis and
Management – PRAM the Generic Cooper, D. dan Chapman, C. 1993. Risk
Analysis For Large Project. First Edition. Cooper, D. Grey, S. Raymond,G. dan
Walker,P. 2005. Project Risk Management
Djojosoedarso,
Soeisno. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Resiko Asuransi. Edisi Pertama.
Ervianto, Wulfram. 2009. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi. Yogyakarta.
Gray,C.F dan
Larson,E.W. 2000. Project Management. First Edition. Irwin Mc Graw-Hill,
Boston. Guidelines. John Wiley & Sons Ltd., England.
Guilford,J.P., B. Fruchter (1981), Fundamental Statistics In
Psychology And Education, Tokyo: McGraw- HillKogakusha, Ltd.
Hartanto,
Agnes Olivia (2006) Model pengaruh faktor laten terhadap perilaku pekerja pada
cacat konstruksi.
Master
thesis, Petra Christian University
John Wiley
& Sons, Ltd. 2008, The Atrium, Southern Gate, Chichester, PO19 8SQ, England
(“Wiley”) Kerlinger, F. N dan Lee, H. B .2000. Foundation of Behavioral Research
(Fourth Edition), USA ; Holt,
Reinnar
& Winston. Inc
Kerzner Harold,
2001. Project Management: A System to Planning, Scheduling and Controlling, (7
th Edition , John Wiley & Sons), hal. 3.
Oyfer.
2002. Multiple Sources Construction Failures and Defects
PMI ( Project
Managemen Institute, Inc ). 2004 . A Guide To The Project Managemen Body Of
Knowledge ( PMBOK), 3 rd edition, Newtown Square, Pennsylvania, USA.
Pranoto. 1997. Faktor kegagalan konstruksi. dalam
Kurniawan, Y.T., 2012. Simulasi 1-D Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Alam
(Studi Kasus Bencana Banjir Bandang di Sungai Kaliputih Kabupaten Jember tahun
2006). Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Process
. International Journal of Project Magement, Vol.15. No. 5.
Ramli, Samsul. 2013. Bacaan Wajib
Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Visimedia. Republik
Indonesia. 1999. Undang – undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Sekretariat
Negara.
Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sekretariat
Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1999. Undang – undang Tindak Pidana
Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, dan Pelaksanaannya. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang perbendaharaan negara. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI.
Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Nomor 35
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik
Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
Republik Indonesia. 2013. Keppres No. 80/2003 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI.
Jakarta.
Shahab, Hamid. 1996, Langkah Memperkecil Risiko Dalam
Pembangunan, Cetakan Pertama, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Soeharto.
1999.Manajemen Proyek 1. Erlangga. Jakarta. Soeharto. 2001. Manajemen Proyek
2.Erlangga.
Jakarta.
Sunarti, E. 2009. Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi
Penduduk dan Wilayah untuk Analisis Resiko Bencana. Makalah disampaikan sebagai
bahan Penyusunan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia 2009-2013.
Susanto
Hendra & Makmur Hediana. 2013. Auditing Proyek-proyek Konstruksi.
Yogyakarta: Andi Offset. Suswinarno. 2013. Mengantisipasi Risiko dalam
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia Suwandi. 2010. Kajian
Manajemen Resiko pada Proyek dengan Sistem Kontrak Lump Sum dan Sistem
Kontrak
Unit Proce (Studi Kasus : Proyek Jalan dan Jembatan, Gedung, Bangunan Air).
Tesis Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Semarang.
Tumilar. 2006. Latar belakang dan Kriteria dalam
Menentukan Tolok Ukur Kegagalan Bangunan.HAKI.Jakarta.
Vickynasyon,
2002, Total Project Risk in Construction. New York.
No comments:
Post a Comment